Minggu, 08 Juli 2012

Kerancuan Berpikir dan Mitos

Sebenarnya judul ini saya ambil dari sebuah buku karya Jalaluddin Rakhmat mengenai "Rekayasa Sosial" di Bab I Kerancuan Berpikir dan Mitos. Dan tulisan yang saia buat ini merupakan resume dari bab tersebut. Kenapa resume? Karena saia akan membedah buku tersebut dalam sebuah diskusi kelompok di salah satu organisasi kampus yang saia ikuti :) Jadi harus di buat resumenya dulu. Dan cukup bab 1 aja.. Karena masih ada dua buku lain lagi yang akan di bedah. :)

Well..  :)


Dalam bukunya, bapak Jalaluddin Rakhmat berpendapat bahwa perubahan sosial yang bergerak melalui rekayasa sosial harus dimulai dengan perubahan cara berpikir. Karena acap kali kesalahan-kesalahan berpikir terjadi saat kita merencanakan perubahan sosial. Mustahil ada perubahan ke arah yang benar kalau kesalahan berpikir masih menjebak benak kita.

Menurutnya ada dua macam kesalahan pemikiran, yaitu intellectual cul-de-sac dan mitos. Intellectual cul-de-sac merupakan kebuntuan pemikiran; yang terjadi akibat penggunaan logika yang tidak benar.
Intellectual cul-de-sac ini terbagi atas 7, yaitu:
1. Fallacy of Dramatic Instance
Berawal dari kecenderungan orang untuk melakukan apa yang dikenal dengan over-generalisation. Yaitu, penggunaan satu-dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat general atau umum. Orang cenderung menganggap semua itu sama (generalisasi) dengan satu hal dalam sebuah peristiwa. Contoh: Seorang wanita yang disakiti oleh kekasinya kemudian menganggap bahwa semua lelaki adalah buaya darat . Maka, ia telah terjebak ke dalam Fallacy of Dramatic Instance. Dan kadang-kadang overgeneralisasi terjadi dalam pemikiran kita saat memandang seseorang, sesuatu, atau tempat. Padahal orang itu selalu berubah, sehingga hal yang sama tidak bisa kita terapkan pada orang yang sama terus menerus dan selama-lamanya.

2. Fallacy of Retrospective Determinism
Dalam kesalahan berpikir ini orang berkebiasaan menganggap masalah sosial yang sekarang terjadi sebagai sesuatu yang secara historis memang selalu ada, tidak bisa dihindari, dan merupakan akibat dari sejarah yang cukup panjang. Jadi, tidak perlu adanya perubahan. Dengan kata lain, bersikap pasrah atas suatu masalah yang telah membudaya. Misalnya, kemiskinan merupakan sesuatu yang biasa dan sudah ada sejak dulu. Jadi mereka berpikir untuk apa ada perubahan, toh itu sudah ada dari dulu dan susah untuk dirubah.

3. Pos Hoc Ergo Propter Hock
Istilah ini berasal dari bahasa latin yang berarti sesudah itu-karena itu-oleh sebab itu. Jadi, apabila ada peristiwa yang terjadi dalam urutan temporal, maka kita mengatakan bahwa yang pertama adalah sebab dari yang kedua. Umpamanya, si X datang sesudah si Y. Maka X dianggap sebagai sebab dan Y sebagai akibat. Contoh: Sebuah keluarga kaya pada saat hanya memiliki anak pertama, tetapi semenjak anak kedua mereka lahir malah bangkrut. Dan mereka menganggap bahwa anak kedua ini mengakibatkan mereka bangkrut dan miskin.

4. Fallacy of Misplaced Concretness
Kesalahan berpikir ini muncul karena kita mengkonkretkan sesuatu yang pada hakikatnya abstrak. Dalam istilah logika, kesalahan seperti ini disebut reification. Yaitu, menganggap real sesuatu yang sebetulnya hanya berada dalam pikiran kita. Termasuk ke dalam kesalahan ini adalah ungkapan: " Ini semua sudah takdir Allah." Dengan mengatakan hal tersebut adalah mereifikasi sesuatu yang abstrak. Pembicaraan akan selesai sampai disitu jika kita mengatakan bahwa itu karena takdir Allah. Dan kita terjebak dalam intellectual cul-de-sac yang berarti jalan buntu.

5. Argumentum ad Verecundiam
Berargumen dengan menggunakan otoritas, sedangkan otoritas itu tidak relevan atau ambigu. Ada orang yang menggunakan otoritas untuk membela paham dan kepentingannya sendiri sehingga sering kali orang pertama memaksa lawan bicara untuk diam dan tidak membantah. Padahal pahamnya itu belum tentu relevan dengan masalah atau tema yang sedang dibincangkan.

6. Fallacy of Composition
Kesalahan ini menganggap bahwa terapi yang berhasil untuk setiap orang pasti juga berhasil untu semua orang. Atau dengan kata lain ikut-ikutan. Jika ada seseorang yang berhasil melakukan sesuatu hal, maka yang lain akan mengikuti dan beranggapan mereka juga pasti akan berhasil. Padahal belum tentu mereka mampu dan akan berhasil. Misalnya pada suatu daerah seseorang sukses dengan berternak ayam maka seluruh penduduk mengikutinya dengan berternak ayam juga. Ini tidak seimbang antara permintaan dengan barang.

7. Circular Reasoning
Artinya pemikiran yang berputar-putar; menggunakan konklusi (kesimpulan) untuk mendukung asumsi yang digunakan lagi untuk menuju konklusi semula. Jika dimasukkan ke dalam sebuah perdebatan maka akan terjadi bantah-membantah untuk menuju konklusi semula mereka masing-masing. Sehingga perdebatan itu terus-menerus berputar di sekitar itu.

Sedangkan, mitos adalah sesuatu yang tidak benar, tetapi dipercayai oleh banyak orang. Mitos-mitos sosial yang juga termasuk ke dalam kesalahan pemikiran ini terbagi atas dua, yaitu:
1. Mitos Deviant
Mitos ini berawal dari pandangan bahwa masyarakat itu stabil, statis, dan tidak berubah-ubah. Kalaupun terjadi perubahan, maka perubahan itu adalah penyimpangan dari sesuatu yang stabil dan penyimpangan terhadap hal-hal yang sudah seimbang.

2. Mitos Trauma

Mitos ini mengatakan bahwa perubahan menimbulkan krisis emosional dan stres mental. Ini disebabkkan oleh disintegrasi yang terjadi karena proses perubahan yang tidak seimbang. Sehingga dapat berdampak krisis. Setiap perubahan selalu menimbulkan krisis, yang akan mengundang reaksi para anggota masyarakat sehingga akan mengakibatkan timbulnya masalah-masalah sosial baru. Berarti masalah sosial terjadi karena perubahan sosial. Orang berusaha melakukan mekanisme pertahanan untuk menghadapi trauma perubahan sosial. Ketika masyarakat berubah dengan cepat, jumlah penderita penyakit jiwa bertambah karena mengalami suasana traumatik.



Namun, ada perubahan yang disambut dengan gembira. Banyak perubahan yang tidak menimbulkan trauma, malah diharapkan. Perubahan akan ditolak oleh anggota masyarakat apabila memenuhi beberapa persyaratan. Dan perubahan yang sering menimbulkan stres sosial ternyata adalah perubahan yang terlalu cepat atau terlalu lamban.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...